panen jeruk

panen jeruk
panen jeruk Sambas di lahan Petani

Tuesday, June 09, 2009

JANGAN BIARKAN LIDAH BUAYA MERANA


Sekitar Sepuluh Tahun lalu Tanaman Lidah Buaya sempat menjadi komoditas primadona dan telah memakmurkan banyak masyarakat kota Pontianak. Namun sekarang kondisinya mulai ”merana”.

Ketika orang luar daerah berbicara tentang Kalimantan Barat, pasti dalam benaknya akan langsung terlintas ”Lidah Buaya”. Demikian pula sebaliknya bila orang menyebutkan Lidah Buaya, pasti langsung terfikir tentang Provinsi Kalimantan Barat. Memang dalam satu dasawarsa ini, Kalimantan Barat sudah identik dengan Tanaman Lidah Buaya, demikian pula sebaliknya Lidah Buaya sudah Identik dengan Kalimantan Barat. Memang harus kita akui bahwa Tanaman unik ini telah menjadi Icon Kalimantan Barat. 

Karakter iklim dan tanah di Kalbar yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman Lidah Buaya membuat Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik sehingga bisa mencapai ukuran yang jauh lebih besar dari biasanya. Penduduk Kota Pontianak pun banyak yang mengusahakannya sebagai tanaman utama untuk menjadi dasar pendapatan mereka. Sekitar 10 – 15 tahun yang lalu tanaman ini begitu menjadi promadona di Kota Pontianak khususnya dan Kalimantan Barat umumnya. Banyak masyarakat kota Pontianak yang mengandalkan Lidah Buaya sebagai sumber pendapatannya. Bahkan Pemerintah Kota Pontianak sudah menjadikan kawasan pertanian Lidah Buaya di Pontianak Utara sebagai areal Agropolitan di Pontianak. Lidah buaya merupakan produk Kalbar yang memiliki keunggulan komperatif bagi Kalbar sehingga dapat dikatakan tidak ada daerah lain di Indonesia yang mampu menyamai Kalbar dalam menghasilkan Lidah buaya.

Namun sayangnya kondisi kejayaan tanaman Lidah Buaya tersebut kini mulai ”Merana”. Saat ini jika kita berjalan di kawasan ”Agropolitan” kota Pontianak (Pontianak Utara), tidak akan mudah lagi kita temukan hamparan lahan yang menghijau karena Lidah Buaya, namun yang akan kita lihat adalah bangunan megah permanen dengan jendela-jendela kecil yang merupakan ”Rumah Walet”. Memang benar.... saat ini boleh dikatakan sebagian besar lahan Lidah Buaya sudah beralih fungsi menjadi bangunan ”Rumah Walet”. Kita Tidak perlu repot-repot melakukan penelitian untuk mengetahui berapa luas lahan Lidah Buaya (lahan pertanian) yang telah beralih fungsi tersebut, karena dengan melihat sepintas saja kita sudah dapat mengetahuinya. Jika kondisi ini berterusan, maka diperkirakan tidak sampai 5 tahun ke depan Tanaman Lidah Buaya yang notabene merupakan komoditas andalan sekaligus icon Kalimantan Barat akan hilang dari bumi khatulistiwa. 

Apa sebenarnya yang terjadi..? Secara ekonomis mungkin dapat kita katakan bahwa karena sarang walet dapat memberikan keuntungan yang lebih besar dari Lidah buaya, sehingga ramai pengusaha yang membuka usaha pembangunan Rumah Walet. Hal itu syah-syah saja. Namun ini tidak hanya terkait dengan hitungan Untung-Rugi, tetapi juga terkait dengan identitas, karakteristik dan ekologi sekaligus nasib petani Lidah Buaya di Kota Pontianak. Adalah sangat ironi bila Kalimantan Barat yang telah identik dengan Lidah Buaya namun tidak lagi memiliki Tanaman Lidah Buaya. Sangat Ironis pula Kawasan yang telah di setting menjadi kawasan Agropolitan namun isinya hanya bangunan Rumah Walet. Peralihan lahan pertanian Lidah Buaya dan tanaman lainnya seperti pepaya menjadi bangunan walet juga memberikan dampak ekologis yang kurang baik, karena peran tanaman termasuk Lidah Buaya sebagai penyerap Karbon dan zat emisi lainnya akan berkurang pula sehingga tingkat polusi di Pontianak meningkat. Mungkin ini menjadi salah satu penyebab mengapa Kota Pontianak terasa semakin Panas akhir-akhir ini. 

Apa yang seharusnya kita lakukan agar Lidah Buaya Kalbar tidak Merana atau bahkan hilang....Tentu saja Pemerintah memiliki peran yang strategis untuk mencari pemecahannya. Solusi yang menguntungkan bagi semua pihak atau win-win solution adalah suatu keharusan. Jika memang kita masih menginginkan Lidah Buaya tetap menjadi icon Kalbar maka sangat diperlukan kebijakan dan regulasi yang mengarah pada perlindungan usaha tani Lidah Buaya khususnya terkait dengan Tata guna Lahan. Mungkin para pemangku kebijakan terutama kalangan legislatif perlu menerbitkan Peraturan khusus untuk perlindungan lahan Lidah Buaya. Tetapkan bahwa kawasan Lidah Buaya (Agropolitan) adalah kawasan konservasi bagi pertanian Lidah buaya. Karena sehebat apa pun instansi pertanian dalam mengembangkan atau mempromosikan tanaman Lidah Buaya pasti akan tidak akan memberikan manfaat yang banyak jika lahan Lidah Buaya terus berkurang. Di sisi lain usaha bangunan Rumah Walet juga harus memiliki regulasi yang jelas serta diupayakan tidak menggunakan lahan pertanian produktif.

Jika alasannya karena pasaran Lidah Buaya kurang menguntungkan dibanding sarang walet, maka semua pihak terutama pemerintah harus melakukan suatu terobosan baru sehingga permintaan terhadap lidah buaya meningkat. Memang baik Sarang walet maupun Lidah Buaya keduanya memberikan manfaat kesehatan bagi manusia, namun lidah buaya bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat, sedangkan sarang walet hanya bisa dinikmati kalangan ekonomi atas (mengingat harga per kg nya mencapai puluhan juta rupiah). Dengan satu langkah sederhana saja pemerintah dapat menaikan permintaan terhadap Lidah buaya.... apa itu..? GEMILA atau Gerakan Minum Lidah Buaya di Kantor. Dengan mewajibkan minuman lidah buaya sebagai minuman pada acara rapat atau pertemuan di setiap kantor pemerintah maka akan dipastikan permintaan dan harga jual Lidah Buaya akan meningkat. Dengan hitungan sederhana saja bila dalam sehari ada 2 kantor yang melakukan rapat dan jumlah audiensinya 30, maka dalam seminggu (5 hari kerja) ada 300 gelas minuman Lidah buaya yang dibeli dari produser olahan Lidah Buaya setiap minggunya. Dan produser Olahan Lidah buaya pasti akan memerlukan bahan baku dari petani Lidah Buaya. Bayangkan jika perhotelan di Pontianak juga disarankan untuk menyisipkan Lidah Buaya sebagai salah satu menu kuliner wajib mereka, pasti hal ini akan semakin meningkatkan permintaan terhadap Lidah Buaya. Dan Petani pun akan senang berusaha tani Lidah Buaya serta tidak tergoda untuk menjual lahan pertaniannya.

Kata orang bijak: Jika Ada Niat...di situ ada Jalan..mungkin memang benar. Jika Kita tetap ingin Lidah Buaya terus menjadi Icon , komoditas unggulan dan kebanggaan Kalbar, maka banyak jalan yang bisa dilakukan. Terus Terang untuk memunculkan produk baru yang memiliki keunggulan komperatif adalah sangat sulit apa lagi keunggulan kompetitif. Oleh karena itu adalah sangat bijak jika kita mempertahankan produk dengan keunggulan komperatif yang telah kita miliki, yaitu Lidah Buaya. Jangan sampai kita biarkan Lidah Buaya merana!!.